Anoman (2)

Figur Wayang Anoman (2)

Anoman dalam bentuk wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Anoman (2)

Dibawah asuhan Batara Bayu yang berkuasa atas angin, Anoman yang berujud kera berbulu putih tumbuh menjadi remaja yang perkasa. Atas perintah Batara Guru Anoman ditugaskan turun ke dunia untuk membantu Rama memerangi kejahatan. Kedatangan Anoman ke dunia menuju ke kerajaan kera yang berpusat di Goa Kiskenda, yang dirajai oleh Sugriwa uwak Anoman. Pada waktu itu Sugriwa sedang bermusuhan dengan Subali, saudara kembarnya.
Oleh karena Sugriwa tidak dapat mengalahkan Subali, Anoman diutus mencari bantuan untuk mengalahkan Subali. Maka kemudian bertemulah Anoman dengan Rama yang sanggup membantu Sugriwa dalam mengalahkan Subali. Setelah Rama berhasil membunuh Subali, Sugriwa dengan seluruh balatentara kera berjanji akan membantu Rama dalam mencari serta merebut Sinta dari tangan Dasamuka
Untuk menjajagi kekuatan Dasamuka di Negara Alengka, Anomanlah yang dipercaya Rama untuk menyusup ke Negara Alengka. Perjalanan Anoman sebagai duta Rama dihadang oleh Dewi Sayempraba putri begawan Wiswakrama. Dengan daya pikatnya, Dewi Sayempraba berhasil membujuk Anoman untuk singgah di kediamannya. Anoman, sebagai remaja belia yang belum berpengalaman terlena oleh rayuan Dewi Sayempraba. Dibalik pelayanan yang lembut dan romantis ada niat jahat yang sengaja disembunyikan. Dewi Sayempraba yang adalah isteri Dasamuka bermaksud membunuh Anoman dengan taburan racun pada buah-buahan yang disajikan, agar supaya Anoman gagal menjadi duta Rama dalam memerangi Dasamuka.
Dengan tidak menaruh kecurigaan terhadap Dewi Sayempraba, Anoman memakan buah yang disajikan dengan lahapnya. Racun yang ada dalam buah tersebut bereaksi amat cepat. Anoman tiba-tiba menjadi buta dan kehilangan seluruh kekuatannya. Bagai seonggok kain basah Anoman dicampakkan dan sengaja dibiarkan oleh Dewi Sayempraba sampai maut menjemput.
Dalam kegelapan dan ketidak berdayaan Anoman dihampiri sosok burung Garuda yang terluka namanya Sempati. Racun yang menjalar disekujur tubuh Anoman dihisap dengan paruh dan bulunya, hingga benar-benar bersih. Tidak beberapa lama kemudian Anoman dapat melihat kembali dan pulih kekuatannya.
Selanjutnya Garuda Sempati memberitahukan secara rinci mengenai Negara Alengka termasuk keberadaan taman Argosoka, tempat Dewi Sinta disekap. Setelah semuanya menjadi jelas, Anoman terbang secepat kilat menuju taman     Argosoka, meninggalkan Dewi Sayempraba yang telah menyekapnya dengan nikmat dan racun yang mematikan.
Dewi Sayempraba kecewa karena telah gagal menjalankan tugasnya untuk menghalangi Anoman menjadi duta ke Negara Alengka. Namun dibalik kegagalannya Dewi Sayempraba mendapatkan apa yang selama ini didambakan yaitu seorang anak, yang sekarang telah tumbuh dalam rahimnya. Benih itu telah disemaikan oleh Anoman
herjaka HS

Anoman (1)

Figur Wayang Anoman (1)

Anoman dalam bentuk Wayang Kulit Purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Anoman (1)

Di sebuah telaga Nirmala ada seorang Dewi muda namanya Dewi Anjani. Ia sedang melakukan tapa Ngodok, yaitu laku tapa dengan merendamkan badannya ke dalam air dan tidak memakai busana. Laku tapa tersebut dilakukan oleh Anjani untuk sebuah permohonan, yaitu agar dirinya dibebaskan dari kutukan. Dewi Anjani yang berparas cantik dikutuk sehingga berubah menjadi berparas kera ketika ia dan dua saudaranya saling berebut pusaka Cupumanik Astagina. Walaupun Anjani berparas kera, kemolekan dan kemulusan tubuh seorang Dewi muda masih nampak kentara di balik jernihnya air telaga.
Pada saat itu Batara Guru dewa tertinggi penguasa kahyangan sedang melanglang buwana dan melintas di atas tempat Dewi Anjani yang sedang merendamkan diri tanpa busana di tengah telaga. Melihat tubuh molek tersebut Batara Guru tak kuasa membendung gelora birahinya, maka keluarlah kama Batara Guru dan jatuh menimpa daun talas. Daunt alas tersebut hanyut terbawa arus air telaga, dan menuju ke mulut Dewi Anjani untuk kemudian dimakan. Akibatnya Dewi Anjani hamil. Batara Guru menyadari bahwa kehamilan Dewi Anjani akibat dari perilakunya maka diperintahkannya para Bidadari kahyangan untuk membantu persalinan Dewi Anjani. Namun jika dirunut dengan seksama kehamilan Dewi Anjani tersebut tidak semata-mata karena kama Batara Guru, namun juga karena daun talas. Karena sesungguhnya daun talas yang dimakan Dewi Anjani tersebut mempunyai kisahnya tersendiri.
Kisah daun talas bermula ketika Rama dan Sinta diikuti oleh Laksmana adik Rama, meninggalkan Negara Ayodya memasuki hutan Dandaka. Pada waktu itu Dewi Sinta dalam keadaan hamil muda. Dikarenakan hidup susah di hutan maka kandungan Sinta mengalami keguguran. Janin muda yang gugur dari rahim Sinta dibungkus dengan daun talas dan dibuang jauh oleh Laksmana dan jatuh di telaga Nirmala. Daun talas pembungkus janin anak Sinta itulah yang bersama kama Batara Guru kemudian masuk kerahim Dewi Anjani dan membuahkan janin baru yang hidup.
Maka setelah tiba waktunya Dewi Anjani melahirkan seorang bayi laki-laki berupa kera berbulu putih kemilau dan diberi nama Anoman. Dewi Anjani dan Anoman kemudian dibawa ke Kahyangan. Sesampainya di Kahyangan Dewi Anjani dibebaskan dari kutuknya. Wajahnya dipulihkan seperti sedia kala berparas seorang Dewi yang molek. Sedangkan Anoman oleh Batara Guru diserahkan kepada Batara Bayu, Dewa penguasaa angin, untuk diasuh dan dididik agar menjadi seorang ksatria sakti dan perkasa yang berwatak luhur dan rendah hati.
Oleh Batara Bayu Anoman diajari berbagai ilmu yang mengandalkan kekuatan angin. Oleh karena itu Anoman juga bernama Maruti yang artinya angin, karena diasuh oleh dewa angin. Anoman diberi busana yang serupa dengan busana Dewa Bayu yaitu Kampuh Poleng Bang Bintuluaji, dan Kuku Pancanaka  
Dari kisah tersebut tidak salah jika Anoman disebut Guru Putra karena anak Batara Guru, juga tidak salah jika disebut Ramandayapati karena anak Rama dan Bayu Suta karena anak Batara Bayu.
herjaka HS

Kumbakarna

Figur Wayang Kumbakarna

Kumbakarna dalam bentuk wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Kumbakarna

Kumbakarna adalah anak nomor dua dari empat bersaudara. Ia dan tiga saudara lainnya yaitu: Dasamuka, Sarpakenaka dan Wibisana merupakan anak-anak yang dilahirkan dari pasangan Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi. Sesungguhnya Begawan Wisrawa tidak berniat memperistri Sukesi. Konon pada awalnya Wisrawa bermaksud melamarkan anaknya. Namun setelah berhadapan dengan Dewi Sukesi, Wisrawa tak kuasa menahan nafsunya. Benih yang disemai oleh Wisrawa ke dalam rahim Sukesi adalah benih nafsu yang tak terkendali. Oleh karenanya keempat anaknya masing-masing mempunyai nafsu yang berlebihan. Kumbakarna mempunyai nafsu yang sangat besar dalam hal makan dan tidur.
Walaupun Kumbakarna berujud raksasa menakutkan sebesar gunung anakan, hatinya jujur dan lembut. Ia tidak senang dengan tindakan jahat dan perilaku angkaramurka. Maka ketika Dasamuka kakaknya menculik dewi Sinta isteri Prabu Rama, Kumbakarna tidak setuju. Ia menyarankan agar Sinta dikembalikan kepada Rama. Tetapi saran Kumbakarna ditolak, bahkan ia dimarahi dan diusir oleh Dasamuka. Maka pulanglah Kumbakarna ke Pangleburgangsa dan melakukan tapa tidur sampai berhari-hari.
Bersamaan dengan tapanya Kumbakarna, negara Alengka diserbu oleh prajurit kera bala tentara Prabu Rama, dan terjadilah perang besar. Satu demi satu senapati Alengka gugur. Dasamuka kawatir jika hal ini dibiarkan prajuritnya pasti akan habis. Maka diutuslah Indrajit anaknya, untuk membangunkan Kumbakarna. Dengan cara mencabut bulu di jari kaki Kumbakarna, indrajit berhasil membangunkan pamannya.
Setelah bangun dari tapa tidur, Kumbakarna diberi makan seribu tumpeng dan ingkung gajah. Dalam sekejap makanan yang disediakan tersebut habis dimakan. Setelah itu, Kumbakarna diperintahan oleh Dasamuka untuk maju berperang. Kumbakarna tersinggung, Ia tidak mau berperang hanya karena telah diberi makan. Maka dari itu makanan yang telah masuk ke dalam perut dimuntahkan kembali dengan bentuk utuh seperti sediakala. Kumbakarna juga tidak mau berperang membela Dasamuka yang menculik Sinta, tetapi Kumbakarna mau berperang untuk membela tanah air yang diserang musuh.
Dengan aji Gelapsaketi dan Kalamenga, Kumbakarna masuk ke medan perang. Ribuan prajurit kera mati ditangannya. Rama dan Leksmana cemas, jika dibiarkan prajurit kera akan habis oleh sepak terjang Kumbakarna. Maka kemudian majulah Rama dan Laksmana, menghadang Kumbakarna. Dengan panah saktinya Rama dan Laksmana berhasil memotong kedua tangan Kumbakarna. Tetapi Kumbakarna tetap mengamuk tanpa tangan. Korban semakin bertambah di pihak bala tentara kera. Rama dan Laksmana semakin menggencarkan serangan. Ketika Kumbakarna lengah, panah Rama dan Laksmana berhasil mengenai ke dua kaki Kumbakarna hingga putus.
Kumbakarna yang sudah tidak mempunyai kaki dan tangan masih mampu memberikan perlawanan dengan dahsyat. Dengan badannya ia bergulung-gulung membunuh musuh. Bagaikan ilalang yang dibabat petani, para kera mati bergelimpangan di medan pertempuran.
Melihat kejadian yang mengenaskan itu Rama tidak membiarkan prajuritnya habis menjadi korban amukan Kumbakarna. Panah andalan yang bernama Guwawijaya dilepaskan kearah leher Kumbakarna. Dan gugurlah adik Dasamuka itu sebagai pahlawan yang membela negara.
Kumbakarna meninggalkan satu isteri bernama Dewi Kiswani dan anak laki-laki yaitu, Kumba-kumba dan Aswani Kumba. Mereka tinggal di kasatrian Pangleburgangsa.
herjaka HS

Setyaki

Figur Wayang Setyaki

Wayang kulit Purwa Setyaki. Buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya. (Foto: Sartono)
Setyaki

Setyaki atau Sencaki adalah anak Prabu Setyajid, Raja Negara Lesanpura yang berpasangan dengan Dewi Wresini atau Dewi Sini. Menjelang kelahirannya, Dewi Wresini nyidam, ingin menaiki Harimau yang bernama Singamulangnjaya. Harimau tersebut ketika didekati Dewi Wesrini kelihatan jinak. Namun setelah     Dewi Wresini berada di punggungnya, Singamulangnjaya berubah ganas. Ia secara mengejutkan lari dengan kencangnya. Dewi Wresini amat terkejut, ia jatuh dari punggung harimau. Bersamaan dengan itu bayi yang ada di dalam kandungan lahir dipunggung harimau. Singamulangjaya semakin liar. Bayi Setyaki berusaha dimakan. Namun usahanya selalu gagal. Bayi yang masih merah tersebut tidak hancur karena gigitan Singamulangnjaya. Malahan dengan cepat ia tumbuh menjadi besar. Karena merasa dirinya terancam, bayi yang sudah menjadi dewasa itu membela diri dari serangan harimau. Pada akhirnya Setyaki berhasil membunuhnya. Sejak saat itu Setyaki menyandang nama Singamulangnjaya.
Selain Singamulangnjaya, Setyaki juga menyandang nama Bima Kunting. Nama itu didapat dari Bimasena, karena Sentyaki kuat mengangkat pusaka Gada Rujak Polo milik Bima. Bebarengan dengan pemberian nama Bima Kunting, Bima memberikan sobekan kampuhnya kepada Setyaki.
Dikarenakan tekun menjalani laku tapa, Setyaki muda mendapatkan pusaka ampuh pemberian Dewa yang berupa Gada Wesi Kuning dan panah Nagabanda. Setyaki seorang kesatria yang jujur, tegas, pemberani, menjunjung tinggi sikap perwira dan selalu berpihak kepada kebenaran. Itulah sebabnya Kresna mengangkatnya sebagai dan benteng negara, sapu kawat dan panglima perang negara Dwarawati.
Dari istrinya yang bernama Dewi Garbarini putri Prabu Garbanata dari negara Garbaruci, lahirlah anak laki-laki yang bernama Raden Arya Sanga-Sanga. Kelak anak Setyaki tersebut menjadi Patih Negara Hastina pada jaman pemerintahan Prabu Parikesit. Setyaki tinggal di Garbaruci meneruskan mertuanya Prabu Garbanata.
Pada saat perang Baratayuda menginjak hari ke 5, Setyaki memohon kepada Prabu Kresna untuk menjadi Senapati perang. Karena pada hari itu anak- anak Setyaki, kecuali Arya Sanga-Sanga mati oleh tangan Burisrawa musuh Setyaki sejak remaja. Permohonan Setyaki dikabulkan oleh Kresna pada hari ke 14. Setyaki menjadi senapati dari pihak Pandawa dan Burisrawa menjadi Senapati dari pihak Kurawa.
Sejatinya perang tanding antara Setyaki dan Burisrawa tersebut dimenangkan oleh Burisrawa. Setyaki kala itu sudah tidak berdaya. Burisrawa siap mengayunkan pedangnya ke leher Setyaki. Namun dikarenakan campur tangan Kresna, panah Arjuna telah memutus lengan Burisrawa, sehingga Setyaki berhasil membunuh Burisrawa.
Setyaki seorang kesatria jujur, pemberani, dan menjunjung tinggi sikap perwira, namun karena dendamnya kepada Burisrawa, ia telah begitu saja mengabaikan sifat-sifat positif yang selama ini dihidupinya. Setyaki telah membunuh Burisrawa, pada saat Burisrawa tidak berdaya.
herjaka HS

Patih Udawa

Figur Wayang Patih Udawa

Patih Udawa, wayang kulit buatan Kaligesing, Purworejo.
Koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Patih Udawa

Udawa adalah seorang patih negara Dwarawati, tempat Prabu Kresna menjadi raja. Walaupun jabatan Patih merupakan jabatan tertinggi setelah raja, Ia tidak pernah menggerutu dalam menjalankan tugasnya. Hari-harinya selalu dibarengi dengan kelakar dan sendau gurau. Namun hal tersebut tidak mengurangi ketaatan dan kesetiaannya dalam mengabdi raja. Kresna pun amat menyayangi Udawa. Hubungan mereka tidak sekedar hubungan formal antara patih dan raja, tetapi lebih dari itu. Kresna menganggap Udawa sebagai saudara tua dengan sebutan Kakang Patih, karena memang demikianlah sesungguhnya.
Menurut sejarah, Kresna dan Udawa itu merupakan saudara seayah lain ibu. Udawa adalah anak Prabu Basudewa hasil dari hubungannya dengan dayang istana yang luwes, cantik dan pandai menghibur, bernama ken Sayuda. Sedangkan Kresna adalah anak Basudewa yang lahir dari salah satu istrinya bernama Dewi Mahindra. Untuk membuang aib, dikarenakan Ken Sayuda bukan     istri Basudewa, ia diterimakan kepada Antagopa, seorang Demang di Widarakandang. Di kademanagan tersebut Ken Sayuda berganti nama, Nyai Sagopi.
Setelah tiba waktunya, Nyai Sagopi melahirkan seorang bayi dan diberi nama Udawa. Secara lahir Udawa adalah anak pasangan Demang Antagopa dan nyai Sagopi, namun sejatinya Udawa adalah anak Prabu Basudewa raja Mandura.
Walau pun Udawa mengetahui bahwa rajanya adalah adiknya, ia tidak pernah menolak perintahnya, walaupun perintah tersebut bertentangan dengan nuraninya. Salah satu perintah Prabu Kresna yang sangat menyiksa dirinya adalah ketika dalam perang Baratayuda ia diperintah untuk berada di pihak Kurawa. Dengan pertimbangan bahwa Udawa telah mengawini Antiwati putri bungsu Sengkuni, seorang Patih negara Hastinapura, tempat para Kurawa mukti wibawa.
Hingga perang Baratayuda usai, Udawa masih selamat, karena memang dia setengah hati dalam berperang melawan para Pandawa. Jabatan Patih Dwarawati masih ia sandang pada usia yang semakin tua. Ia memang berjanji kepada Kresna, bahwa seluruh hidupnya ia darma baktikan kepada Raja Dwarawati. Dan janji itu ia buktikan.
Ketika murid Kresna, raja Sriwedari yang bernama Prabu Arjunapati melampiaskan sakit hatinya dan bersama dengan prajuritnya menyerbu Dwarawati, Patih Udawa berusaha dengan seluruh kekuatan membendung serangan itu. Patih Udawa berhadapan dengan Prabu Arjunapati. Diantara keduanya berlangsung perang tanding yang sengit. Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Bahkan akhir dari perang tanding tersebut, Prabu Arjunapati dan Patih Udawa gugur bersama.
Hingga tetes penghabisan ia tumpahkan darahnya di tanah Dwarawati, tempat Udawa mengabdikan diri sejak belia hingga usia senja.
herjaka HS

Wibisana

Figur Wayang Wibisana

Wibisana dalam bentuk wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Wibisana

Wibisana adalah anak bungsu dari empat bersaudara putra pasangan Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi. Wibisana satria berparas tampan, tidak seperti ke tiga kakaknya yang berwajah raksasa yaitu, Prabu Dasamuka, Raden Kumbakarna, dan Dewi Sarpakenaka. Ketika masih remaja ke empat anak Begawan Wisrawa tersebut melakukan laku tapa di gunung Gohkarna selama bertahun-tahun. Pada akhir tapanya, masing-masing dari mereka mendapat anugerah dari Dewa sesuai dengan keinginannya. Sewaktu Hyang Narada bertanya kepada Wibisana, apa yang diinginkannya? Wibisana menjawab bahwa dirinya ingin menjadi kesatria sejati yang dapat menempatkan nilai-nilai kebenaran di atas nilai-nilai yang lain. Hyang Narada mengabulkan apa yang dimohon Wibisana dan berjanji atas nama para dewa akan senantiasa membantu perjuangan Wibisana dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran di dunia.
Ketika pada suatu hari Wibisana mendengarkan ramalan para Resi negara Alengka, yang mengatakan bahwa Negara akan mengalami bencana besar dikarenakan ulah Prabu Dasamuka yang akan mengawini anaknya sendiri, yang     sekarang masih dalam kandunag Dewi Tari istri Dasamuka. Hal tersebut dilakukan Dasamuka, karena anak tersebut merupakan titisan Dewi Widowati, yang sejak dari Lokapala selalu dikejar-kejar Dasamuka untuk diperistri. Wibisana berusaha mencegah agar kakaknya tidak melakuan tindakan yang tidak benar, dengan mengawini anaknya sendiri. Karena jika seorang raja mengawini anak kandungnya negara serta rakyatnya akan tertimpa bencana besar.
Maka setelah genap waktunya Dewi Tari melahirkan bayi perempuan, Wibisana segera bertindak. Ia, dibantu oleh para Dewa, mencipta bayi laki-laki dari gumpalan mega di langit yang diberi nama Begananda, untuk mengganti bayi perempuan. Sedangkan bayi perempuan anak Dasamuka yang sesungguhnya dihanyutkan di sungai.
Bayi perempuan yang kemudian di temukan oleh Prabu Janaka raja Mantili dan diberi nama Dewi Sinta, menjadi istri Rama, dan dicuri oleh Dasamuka di hutan Dandaka untuk diboyong di Alengka. Tidak ada yang tahu bahwa Dewi Sinta adalah anak kandung Dasamuka. Namun Dasamuka tahu bahwa Dewi Sinta adalah titisan Dewi Widowati, dambaan hatinya. Oleh karenanya Dasamuka sangat bernafsu untuk memperistri Dewi Sinta.
Wibisana menentang keinginan Dasamuka mengawini Dewi Sinta. Kakanda Prabu hal itu tidak benar. Sebaiknya Dewi Sinta dikembalikan kepada Prabu Rama suaminya. Saran Wibisana membuat Dasamuka murka. Wibisana diusir dari Negara Alengka.
Dengan perasaan hancur Wibisana meninggalkan tanah tumpah darahnya. Ia teringat akan kata Hyang Narada, bahwasannya memperjuangkan kebenaran itu tidak mudah. Banyak rintangan dan hambatan yang membutuhkan pengorbanan. Wibisana telah mengorbankan tanah tumpah darahnya, negaranya, saudara-saudaranya. Semuanya ditinggalkan demi sebuah kebenaran. Kemudian Wibisanan bergabung dengan Prabu Rama.
Pada saat terjadi perang besar yang dinamakan Perang Giriantara, antara Dasamuka dan bala tentara Alengka melawan Rama serta pasukan kera di pesanggrahan Swelagiri, Wibisana diangkat oleh Rama menjadi penasihatnya, dengan pertimbangan bahwa Wibisana banyak mengetahui seluk beluk istana serta peta kekuatan Negata Alengka. Wibisana juga mengetahui rahasia kekuatan para senopati perang Alengka.
Bersama Wibisana, Rama berhasil mengalahkan Dasamuka serta prajurit prajuritnya dengan tidak menghancurkan negara. Sepeninggal Prabu Dasamuka, Wibisana diangkat oleh Rama menjadi raja di Negara Alengka. Nama Alengka kemudian diganti menjadi Singgelapura. Wibisana didampingi seorang istri bernama Dewi Triwati serta kedua putranya yaitu Dewi Trijata dan Raden Denta Wilukrama.
Namun sebelum naik tahta di Singgelapura, Rama memberi wejangan Astabrata kepada Wibisana. Astabrata adalah delapan laku watak yang seharusnya diupayakan oleh seorang pemimpin. yaitu: 1. Berwatak Matahari: memberi energi dan daya hidup. 2. Berwatak Bulan: menerangi bagi mereka yang berada dalam kegelapan sehingga memberi rasa keindahan, ketentraman 3. Berwatak Bintang: menjadi penghias dan pedoman arah bagi mereka yang kehilangan arah di malam hari. 4. Berwatak Angin: dapat mengisi setiap ruangan yang kosong dan dapat melakukan tindakan yang teliti, cermat dalam menyelami kehidupan. 5. Berwatak Mendung, berwibawa menakutkan, tetapi sesudah menjadi air dapat menghidupkan segala tumbuhan dan memberi manfaat bagi sesama. 6. Berwatak Api: bertindak tegas, adil, tidak pandang bulu. 7. Berwatak Samudra: mempunyai pandangan yang luas, rata dan sanggup menerima persoalan apapun tanpa kebencian 8. Berwatak Bumi: mempunyai sifat sentosa, suci dan jujur serta memberi anugerah kepada yang berjasa
Tidak hanya Wibisana, Setiap pemimpin, bahkan setiap orang, tak terkecuali, dapat menerapkan delapan watak tersebut. Karena sejatinya, bagi mereka yang dapat menerapkan ajaran Astabrata hidupnya akan bermahkota seperti layaknya seorang raja, walaupun ia hanyalah orang biasa nan papa.
herjaka HS

Brahala

Figur Wayang Brahala

Brahala dalam bentuk wayang kulit,
karya Bp. Ngatiman dari Gendeng Bangunjiwa Bantul,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Brahala

Brahala adalah sosok raksasa sebesar gunung yang berwajah sangat menakutkan. Ia mempunyai tangan seribu maka disebut pula Balasrewu, yang masing-masing tangannya memegang senjata sakti. Digambarkan pula, kedua matanya melotot menyeramkan. Brahala, di dalam bahasa Jawa merupakan kerata basa dari kata bubrah dan ala yang artinya rusak dan jelek. Sesungguhnya Brahala ini adalah penjelmaan suatu kesaktian yang dimiliki oleh orang yang menjadi titisan Dewa Wisnu. Ada beberapa orang yang menjadi titisan Dewa Wisnu, namun hanya dua orang yang dapat menjelma menjadi Brahala yaitu Harjuna Sasrabahu raja Maespati dan dan Kresna raja Dwarawati.
Proses untuk menjadi Brahala disebabkan oleh dua hal yang pertama adalah karena kemarahan besar yang disebut dengan tiwikrama. Tiwikrama yang kemudian mengantar Harjuna Sasrabahu menjadi Brahala terjadi dua kali, yang pertama ketika Prabu Harjuna Sasrabahu marah karena ditantang Sumantri Patihnya. Dan yang kedua saat Harjuna Sasrabahu berhadapan dengan Dasamuka raja Alengka. Demikian pula Kresna, ia melakukan hal yang     sama seperti yang dilakukan Harjuna Sasrabahu. Dua kali Kresna tiwikrama berubah menjadi Brahala. Yang pertama ketika mencuri Dewi Rukmini dan yang ke dua ketika sebagai duta di Negara Hastinapura. Ketika menjadi duta untuk menagih bumi Hastinapura yang menjadi haknya para Pandawa, sresna sangat marah dikarena dirinya dipermainkan dan di ingkari oleh Duryudana, maka kemudian ia tiwikrama menjadi Brahala, mengamuk dan merobohkan beteng kedaton kraton Hastinapura, hingga menewaskan Destarastra dan Gendari.
Namun tidak selalu kemarahan Harjuna Sasrabahu dan Kresna akan menjelnma menjadi Brahala. Seperti yang terjadi ketika Sesaji Raja Suya, Kresna tidak menjelmakan dirinya menjadi Brahala walau pada waktu itu Kresna sangat marah kepada Sri Supala dan bahkan sampai membunuhnya.
Selain Tiwikrama (amarah), proses untuk menjadi brahala dapat terjadi karena yang bersangkutan (Harjuna Sasrabahu dan Kresna ) memang berniat mengeluarkan kesaktiannya dengan mengetrapkan mantra sakti dibarengi tiga kali melangkahkan kaki yang disebut dengan Triwikrama. Tri artinya tiga sedangkan krama artinya patrap atau keadaan tubuh.
Triwikrama ini dilakukan oleh Harjuna Sasrabahu saat menuruti permintaan Dewi Citrawati isterinya untuk bersenang-senang di sungai Gangga. Pada waktu itu Harjuna Sasrabahu tidak sedang marah, tetapi sengaja mengubah dirinya menjadi Brahala untuk membendung sungai demi kepentingan permaisurinya.
herjaka HS

Indrajit

Figur Wayang Indrajit

Indrajit dalam rupa wayang kulit,|
koleksi Tembi Rumah Budaya. (Foto: Sartono)
Indrajit

Indrajit disebut pula Megananda karena keberadaannya dipuja dari sebuah mega. Ia juga disebut Begananda karena Indrajit mempunyai aji yang sangat dahsyat namanya Begananda. Secara lahir Indrajit adalah anak Dasamuka, raja Alengka, namun sesungguhnya ia adalah anak ‘pujan,’ yaitu anak yang lahir dari hasil pemujaan. Bayi laki-laki Indrajit dipuja oleh Wibisana bersama dengan para dewa dari gumpalan mega, untuk menukar bayi perempuan yang dilahirkan Dewi Tari istri Dasamuka. Penukaran bayi itu dilakukan oleh Wibisana atas persetujuan Dewi Tari, sebagai upaya pencegahan agar Dasamuka tidak mengawini anaknya sendiri, karena menurut ramalan para resi bahwa bayi perempuan itu adalah titisan Dewi Widowati yang kelak akan diperistri Dasamuka.
Proses penukaran pun terjadi dengan sangat rahasia. Bayi perempuan, anak Dasamuka yang sesungguhnya dimasukkan ke dalam kotak kendaga dan dihanyutkan ke sungai. Ketika Dasamuka pulang dari lawatannya ke luar daerah, ia sangat marah mendapatinya bayi laki-laki di depan Dewi Tari istrinya. Dasamuka mempercayai ramalan para resi, bahwa anaknya akan lahir     perempuan, karena titisan Widowati. Oleh karenanya bayi laki-laki itu bukan anaknya. Ia dengan geram mengambil bayi itu dan membantingnya di lantai. Benturan keras itu tidak membuatnya bayi Indrajit terluka, bahkan sebaliknya. Ia semakin kuat. Setiap kali Dasamuka membantingnya, saat itu pula bayi Indrajit tumbuh semakin kuat dan menjadi besar. Tidak beberapa lama kemudian Indrajit telah menjadi seorang ksatria yang gagah perkasa serta sakti mandraguna. Ia tidak terima atas perlakuan Dasamuka. Maka kemudian terjadilah perang diantara Indrajit dan Dasamuka. Ada kemiripan gerak, watak, karakter dan emosi di antara ke duanya. Melihat kenyataan yang terjadi, akhirnya Dasamuka mengakui bahwa Indrajit adalah anaknya. Bahkan Dasamuka sangat menyayanginya, dan kelak diharapkan dapat meneruskan tahta Alengka.
Dengan keberadaan Indrajit, negara Alengka semakin kuat, Indrajit memiliki sifat serakah, juga sewenang-wenang, mirip ayahnya. Ia memiliki tiga panah sakti yaitu: panah Asurastra, bila dilepaskan berubah menjadi rantai yang kemudian mengikat musuh, atau berubah menjadi ular yang melilit musuh. Panah Nagapasa, bila dilepas berubah menjadi ribuan ular dan menyerang musuh. Panah Mahanosara, bila dilepas semua orang yang berada di daerah sasaran akan terserang rasa kantuk yang luar biasa.
Indrajit tinggal di kasatrian Bikukung bersama seorang istri yaitu Dewi Sumbaga serta tiga anaknya yakni: Begasura, Dewi Indraji dan Dewi Idrarum.
Ketika terjadi perang besar yang dinamakan perang Giriantara, antara Alengka melawan prajurit kera dari Swelagiri, Indrajit menjadi senapati Alengka. Atas kesaktiannya itu ia dengan mudah membunuh prajurit kera dalam jumlah yang besar. Atas saran Wibisana, Lesmana lah yang menghadapi Indrajit dengan panah pusaka Surawijaya. Maka ketika Indrajit terkena panah pusaka milik Lenmana, ia roboh di medan laga. Saat itu pula Wibisana menghampiri keponakkannya yang sudah tidak berdaya, Wibisana memuja jasad Indrajit agar kembali seperti sebelum ia tercipta, yakni segumpal awan di langit biru.
herjaka HS

Subali

Figur Wayang Subali

Subali dalam bentuk wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Subali

Subali adalah anak Resi Gotama dari pertapaan Grastina. Ibunya bernama Dewi Indradi. Ia mempunyai dua saudara yaitu Sugriwa dan Anjani. ketika muda Subali bernama Guwarsa dengan wajah tampan. Tetapi sesudah ketiga saudara tersebut saling berebut Cupu Manik Astagina yang dibuang oleh Resi Gotama ke telaga Nirmala, maka wajah ketiga anak Resi Gotama tersebut berubah menjadi kera. Setelah peristiwa itu, Resi Gotama menyuruh Subali untuk bertapa ke hutan Sonyapringga. Di hutan tersebut Subali melakukan tapa ngalong, yaitu bergelantung di atas dahan pohon seperti perilaku binatang Kalong. Beberapa waktu kemudian, Subali menjelma menjadi kera yang sakti.
Suatu saat ketika Dasamuka sedang terbang melintas tepat di atas Subali, Dasamuka jatuh ke tanah. Dasamuka kagum atas kesaktian Subali, maka kemudian Dasamuka berguru kepada Subali. setelah menjadi murid Subali, Dasamuka diberi aji yang sangat sakti bernama Aji Pancasona. Barang siapa mempunyai aji Pancosona ia tidak dapat mati jika menyentuh tanah.
Ketika Kahyangan diserang oleh Raja Goa Kiskenda yaitu Prabu Mahesasura, Subali diperintahkan oleh dewa untuk menghadapi Mahesasura dengan janji jika berhasil akan diberi seorang Bidadari yang bernama Dewi Tara. Dengan bantuan Sugriwa adiknya, Subali berhasil membunuh Prabu Mahesasura dan Lembusura
Pada saat Subali membunuh musuhnya di dalam goa, Sugriwa yang berada di luar goa mengira bahwa Subali telah gugur bersama musuhnya, maka kemudian Sugriwa segera naik ke Kahyangan dan mengambil Dewi Tara. Dengan kejadian tersebut Subali merasa dikianati oleh adiknya, maka dengan amat marah Sugriwa dihajar oleh Subali. Sugriwa melarikan diri untuk mencari bantuan, hingga ketemu Rama. Dengan bantuan Rama Sugriwa dapat Subali.
herjaka HS

DURMAGATI

Figur Wayang DURMAGATI

Durmagati dalam bentuk wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
DURMAGATI

Durmagati adalah anak Destarastra dan Dewi Gendari, penguasa Kadipaten Gajahoya. Bersama sembilanpuluh sembilan saudara yang lain ia disebut dengan nama para Kurawa. Durmagati tinggal di kasatrian Sobrahblambangan. Walaupun tidak termasuk tokoh utama, Durmagati selalu hadir dalam pasowanan di kraton Hastinapura. Kehadiran tokoh yang satu ini cukup menghibur, karena keluguannya serta kelucuannya. Namun dibalik keluguan dan kelucuan tersebut sesungguhnya Durmagati senantiasa melontarkan kritik kepada petinggi kerajaan yang tidak bertanggungjawab. Termasuk juga yang sering memberikan laporan palsu, merekayasa, menfitnah sampai dengan merencanakan pembunuhan. Herannya, sebagian besar petinggi yang dikritik Durmagati tidak marah, hal tersebut dapat dimaklumi karena cara menyampaikan kritik Durmagati dengan gurauan dan selengekan.
Ketika ada perubahan kepemimpinan di Negara Hastinapura, Duryudana kakaknya naik tahta. Kebiasaan Durmagati dalam melontar kritik semakin berani. Yang menjadi sasaran kritik Durmagati antara lain adalah Patih Sengkuni, Pandita Durna, Adipati Karna, dan juga Duryudana.
Selain mengkritik, tidak ada satu pun hal besar yang dilakukan oleh Durmagati. Ia sangat penakut, tidak berani menghadapi musuh sendirian. Kecuali jika keroyokan.
Dalam perang besar Baratayuda yang melibatkan Negara Hastinapura, Durmagati bersama Jayadrata serta para kurawa yang lain mengeroyok Abimanyu anak Harjuna hingga tewas. Harjuna mengamuk dan menghujankan ribuan anak panah kearah orang-orang yang membunuh Abimanyu. Semua pembunuh Abimanyu tewas, termasuk juga Durmagati.
herjaka HS

Sarpakenaka

Figur Wayang Sarpakenaka

Tokoh Sarpakenaka dalam bentuk wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Sarpakenaka

Sarpakenaka adalah anak ke tiga dari pasangan Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi, menyusul dua kakaknya yang bernama Rahwana atau Dasamuka dan Kumbokarno. Ia berujud raseksi atau raksasa perempuan. Jika Kakak sulungnya dinamakan Rahwana karena ia lahir dihutan dan berupa gumpalan darah, nama Sarpakenaka diberikan karena ia lahir berujud kuku ular. Kuku artinya kenaka dan sarpa artinya ular. Ia adalah sosok raseksi yang jahat bengis dan kejam. Sifat dan watak yang demikian ini mirip sekali dengan watak Rahwana kakaknya. Sarpakenaka sangat sakti. Senjata andalannya adalah kuku beracun di jari-jari tangannya.
Sarpakenaka diberi kedudukkan yang tinggi oleh kakaknya di Negara Alengka dan tinggal di Gutaka. Ia adalah wanita yang mempunyai dorongan akan kebutuhan seks lebih besar dibanding dengan kebutuhan seks wanita-wanita dan raseksi-raseksi pada umumnya. Oleh karenanya untuk memenuhi kebutuhan akan seksualitasnya Sarpakenaka mempunyai tiga suami yaitu Kala Nopati, Dusakarana, Kala Dusana, masih ditambah lagi dengan suami simpanannya antara lain Anggisrana dan Kala Marica. Dari sekian suami resmi dan suami simpanan tersebut Sarpakenaka melahirkan satu anak yang diberi nama Dewi Jarini.
Pada waktu Negara Alengka diserbu oleh Rama dan puluhan laksa prajurit kera untuk merebut Dewi Sinta yang diculik Dasamuka, Sarpakenaka dipilih menjadi senopati. Dengan kukunya yang beracun ia berhasil membunuh prajurit kera dalam jumlah yang besar. Ketika Sarpakenaka semakin membabi buta, Anoman senapati Prabu Rama dari Pancawati menghadangnya. Maka kemudian     pertempuran sengit antara ke dua senapati pun terjadi. Sarpakenaka sulit untuk dikalahkan.
Wibisana, adik Sarpakenaka yang membelot kepada Prabu Rama mendekati Anoman untuk menunjukkan celah kelemahan Sarpakenaka kakaknya. Dikatakan oleh Wibisana bahwa kesaktian Sarpakenaka berada di kukunya. Maka untuk mengalahkan Sarpakenaka, jari-jari kukunya harus dipatahkan terlebih dahulu. Dengan segera Anoman melaksanakan apa yang dikatakan Wibisana. Kukusakti pada jarinya yang selama pertempuran selalu dihindari Anoman, kali ini justru menjadi sasaran serangan. Gerakan Anoman yang sangat cepat dan tak terduga arahnya mampu mengecoh Sarpakenaka. Akibatnya kukusakti Sarpakenaka dapat dipatahkan, dan gugurlah Sarpakenaka di Medan laga.
herjaka HS

Sugriwa

Figur Wayang Sugriwa

Sugriwa, wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Sugriwa

Sugriwa adalah anak dari pasangan Resi Gotama dan Dewi Indradi. Seperti juga yang dialami oleh Subali kakaknya, Sugriwa sebelumnya berwajah tampan dengan nama Guwarsi. Ia berubah menjadi seekor kera ketika berebut Cupu Manik Astagina dengan kakaknya di Telaga Sumala. Perubahan wujud dari satria tampan menjadi seekor kera terjadi saat Sugriwa dan kakaknya masuk di air telaga.
Di dalam kedalaman air telaga Sumala, Sugriwa tidak menemukan benda yang diperebutkan, yang ditemukan adalah seekor kera besar, sebesar dirinya. Sugriwa segera menyerang kera tersebut, karena mengira bahwa kera itu telah     mengambil Cupu Manik Astagina. Demikian pula sebaliknya, Subali pun mempunyai anggapan bahwa kera yang menyerang dirinya itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Oleh karenanya Subali pun membalas serangan Sugriwa. Maka kemudian diantara kakak beradik tersebut terlibat dalam peperangan yang seru. Beberapa waktu kemudian mereka baru menyadari bahwasanya mereka adalah kakak beradik, Guwarsa dan Guwarsi yang telah berubah menjadi kera.
Setelah peristiwa itu nama Guwarsa Guwarsi seakan tenggelam berserta ketampanannya. Mereka lebih dikenal dengan nama Subali dan Sugriwa. Oleh Resi Gotama Sugriwa dan juga Subali disarankan untuk bertapa di hutan Sonyapringa yang berada di gunung Argasonya. Di wilayah itulah Sugriwa melakukan tapa untuk memohon agar dirinya dikembalikan ke dalam bentuk semula. Namun bertahun-tahun sudah Sugriwa melakukan tapa, apa yang diharapkan tidak pernah terwujud.
Oleh karena tingkah lakunya yang saling berebut saling menggigit dan saling mencakar antara sesama saudara kandung, untuk memiliki sebuah benda yang bukan haknya, Sugriwa lebih sesuai berwujud sebagai seekor kera. Karena sesungguhnya wujud kera adalah wujud kegagalan. Kegagalan untuk mempertahankan jati dirinya sebagai seorang kesatria.
Walaupun Sugriwa tetap berujud kera, ia adalah kera yang sakti mandraguna. Kesaktian itu didapat pada waktu ia melakukan tapa. Oleh karena kesaktiannya, Sugriwa dipercaya oleh Dewa untuk membantu Subali dalam menghadapi musuh Kahyangan yaitu Mahesasura, Lembusura dan Jatasura dari kerajaan Goa Kiskenda.
Pilihan Dewa memang tepat, Subali dan Sugriwa dapat memporakporandakan prajurit Goa Kiskenda. Patih Jatasura tewas di medan laga. Prabu Lembusura dan Mahesasura melarikan diri masuk ke goa Kiskenda. Dalam pengejaran, Subali menyarankan agar Sugriwa tidak usah ikut masuk ke goa. Sugriwa diperintahkan oleh Subali untuk berjaga-jaga di depan pintu goa. Jika nanti darah yang mengalir ke pintu goa itu warnanya merah, itu adalah darah musuh, artinya aku menang. Tetapi jika darah yang mengalir di pintu goa berwarna putih, itu adalah darahku, artinya bahwa aku mati dalam peperangan. Jika hal itu terjadi, engkau segera menutup pintu goa supaya musuh ikut terkubur di dalam goa, demikian pesan Subali kepada Sugriwa, sesaat sebelum ia memasuki goa.
Dengan rasa cemas dan khawatir Sugriwa menunggu di mulut goa, dengan tidak melepaskan pandangannya pada sungai kecil yang mengalir keluar goa. Setelah beberapa lama Sugriwa menunggu, ia dikejutkan oleh mengalirnya darah yang berwarna merah bercampur dengan darah yang berwarna putih. Dengan cepat Sugriwa mengambil kesimpulan, bahwa Subali kakaknya telah mati bersama dengan salah satu musuhnya, Lembusura atau Mahesasura. Maka segeralah ia menutup pintu goa agar musuh yang masih hidup mati terkubur bersama.
Selesai menutup Goa, Sugriwa segerah menuju kahyangan. Dengan sedih ia melaporkan bahwa Subali telah mati bersama musuh. Para dewa mempercayai laporan Sugriwa, dan memutuskan bahwa Sugriwa berhak menerima hadiah para dewa sesuai dengan yang dijanjikan kepada Subali, yaitu seorang bidadari yang bernama Dewi Tara dan negara Goa Kiskenda.
Belum beberapa lama Sugriwa memboyong Dewi Tara ke negara Goa Kiskenda, Subali datang menyeret Sugriwa dan menghajarnya. Subali merasa dikhianati oleh adiknya. Sugriwa membela diri, bahwa dirinya tidak berniat mencelakai kakaknya. Dengan dasar mengalirnya darah putih Sugriwa beranggapan bahwa Kakaknya dan musuhnya mati bersama.
“Goblok!! itu bukan darah putih, itu otak Mahesaura dan otak Lembusura yang aku adu kepalanya.” Kemarahan Subali mencapai puncak, ia tidak ingin mendengar pembelaan Sugriwa lagi. Hatinya amat panas dipanggang oleh api cemburu, karena Sugriwa telah memperistri Dewi Tara yang selama ini menjadi impian Subali. Dengan hati yang membara kebencian, Subali menyiksa Sugriwa dengan meyepitkannya di dahan pohon nan tinggi.
Subali, kakak beradik itu, yang lahir dari satu ayah dan satu ibu, lebih memilih menjadi seekor kera dari pada seorang kesatria. Subali yang adalah seorang Resi dan Sugriwa yang adalah seorang raja, rupanya belumlah dapat membuang watak kera di dalam pribadinya. Subali akhirnya tertembus pusaka Guwawijaya milik Rama, sampai pada tarikan nafas terakhir, Subali masih menampakkan sosok kera yang utuh. Demikian pula Sugriwa yang mati dalam usia tua, belum berubah menjadi sosok kesatria tampan yang bernama Guwarsi.
herjaka HS

Batara Endra

Figur Wayang Batara Endra

Batara Endra dalam rupa wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Batara Endra

Menurut kitab Mahabarata tulisan Wiyasa, Batara Endra merupakan pemuka Dewa yang bertempat tinggal di Kahyangan Indraloka atau Indrabawana dan disebut juga Kahyangan Kaendran. Batara Endra adalah anak dari pasangan Maharesi Kaspaya dan Dewi Aditi. Selain Batara Endra, pasangan Maharesi Kaspaya melahirkan sebelas anak yang lain yaitu : Batara Ariyaman, Batari Datri, Batara Mitra, Batara Angsa, Batara Baruna, Batara Wagu, Batara Surya, Batara Pusa, Batari Sawitri, Batari Twastri, dan Batara Wisnu.
Sedangkan di dalam kitab Pedalangan, Batara Endra adalah adik Batara Brama, anak Dewi Uma dan Batara Guru, penguasa para Dewa di Kahyangan Jonggringsaloka. Batara Endra diberi tugas oleh Batara Guru untuk memimpin para Dewa dan melindungi para Bidadari di Kahyangan, dan memberikan hadiah bagi siapa saja yang gemar bertapa, membantu ketentraman dunia serta telah berjasa kepada para dewa
Pada waktu Kahyangan diserang Prabu Mahesasura dan Lembusura raja Goa Kiskenda, Batara Endra meminta Subali dan Sugriwa menghadapinya. Setelah kedua kera bersaudara tersebut berhasil membunuh Mahesasura dan Lembusura, Batara Endra menghadiahkan anaknya sendiri yang bernama Dewi Tara, kepada Subali dan Sugriwa.
Selain menghadiahkan kepada Subali dan Sugriwa, Batara Endra juga menghadiahkan putrinya yang lain yang bernama Dewi Supraba kepada Arjuna karena jasanya dapat mengalahkan musuh para dewa yaitu Prabu Niwatakawaca raja Imaimantaka. Sebelum menghadiahkan Dewi Supraba, Batara Endra juga memberikan panah Pasopati kepada Arjuna guna menghadapi Prabu Niwatakawaca yang tidak terkalahkan oleh para dewa.
Batara Endra mempunyai kendaraan berupa seekor gajah, namanya Erawata. Ia bertempat tinggal di Kahyangan Tinjomaya bersama Dewi Wiyati istrinya, serta anak-anaknya yaitu: Dewi Tara, Dewi Tari, Dewi Supraba, Batara Citrarata, Batara Citragada, Batara Citrasena, dan Batara Jayantara. Selain anak-anak yang lahir dari Dewi Wiyati, sesungguhnya Batara Endra mempunyai satu anak dengan Dewi Kunthi yaitu Arjuna.
Pernah pada suatu kali Batara Endra melakukan kesalahan fatal, sehingga membuat Batara Guru murka dan mengutuk Batara Endra menjadi raksasa bernama Rukmaka. Ia baru berubah wujud aslinya sebagai dewa setelah berperang melawan Bima dalam lakon Dewaruci
Batara Endra disebut pula sebagai dewa petir dan halilintar. Ia mempunyai senjata bajra berupa tonngkat petir.
Nama-nama Batara Endra yang lain adalah: Prabu Sakra karena pernah menjadi raja di Medanggana, Swargapati yang artinya raja surga, Diwapati, dan Meghawahana
herjaka HS

Drupada

Figur Wayang Drupada

Wayang Kulit Prabu Durpada,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Drupada

Sucitra adalah seorang remaja dari Atasangin, yang oleh Prabu Baratwaja raja Hargajembangan diangkat anak dan disaudarakan dengan anaknya yang bernama Kumbayana. Selain dijadikan anaknya, kedua remaja tersebut di ajari ilmu yang sama. Sucitra dan Kumbayana tumbuh bersama dan menjadi pemuda yang berilmu tinggi.
Pada suatu pagi yang cerah Sucitra meninggalkan bumi Atasangin dan Negara Hargajembangan karena di utus oleh Prabu Baratwaja untuk mengembalikan keris pusaka kepunyaan Begawan Abiyasa di tanah Jawa. Sesampainya di tanah Jawa tepatnya di negara Pancalaradya, Sucitra bertemu dengan Pandudewanata anak Begawan Abiyasa. Pandu menyarankan, sebelum keris pusaka dikembalikan kepada ramanda Abiyasa, Sucitra dapat menggunakan keris tersebut untuk mengikuti sayembara yang diadakan oleh Prabu Gandabayu raja Pancalaradya.
Atas bantuan Pandudewanata, Sucitra berhasil memenangkan sayembara dengan mengalahkan Gandamana. Atas keberhasilannya, Sucitra dikawinkan dengan putri kedaton yang bernama Gandawati. Beberapa tahun kemudian Sucitra menggantikan Prabu Gandabayu menjadi raja di Pancalaradya dengan nama Prabu Durpada. Pada awal pemerintahannya, Prabu Durpada diembani oleh patih Gandamana, adik iparnya.
Setelah menjadi raja di Pancalaradya yang sebelumnya termasuk wilayah negara Ekacakra, Prabu Durpada tidak pernah lagi kembali ke bumi Atasangin di Negara Hargajembangan. Ia juga tidak ingat lagi dengan Kumbayana sahabatnya yang juga suadara tuanya diwaktu remaja. Oleh karenanya ketika Kumbayana datang di bangsal raja, dan memanggil-manggil dirinya dengan nama kecilnya “Sucitra! Sucitra! Sucitra! Prabu Durpada tidak lagi mengenalnya. Bahkan ia menyuruh Gandamana mengusir orang asing yang berlaku tidak sopan pada raja.
Demi keselamatan raja, Gandamana menyeret Kumbayana dan menghajarnya, hingga menderita cacat seumur hidup. Sejak peristiwa itu Kumbayana yang kemudian lebih dikenal dengan nama Durna menyimpan dendam yang membara. Diantara dua sahabat lama itu untuk selanjut saling balas-membalas melampiaskan dendamnya.
Dengan Dewi Gandawati, Prabu Durpada mempunyai tiga anak yaitu Durpadi, Srikandi dan Drestajumena
herjaka HS

Dasamuka

Figur Wayang Dasamuka

Prabu Dasamuka, sebelah tangannya cacat tidak bisa digerakkan
karena terjepit pintu Selamanangkep, wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Dasamuka

Dasamuka artinya mempunyai muka sepuluh, nama lain dari Dasamuka adalah Rahwana, yang berarti darah di hutan karena Rahwana dilahirkan di hutan. Ibunya bernama Dewi Sukesi dari Alengka. Dasamuka kemudian menjadi raja di Alengka. Ia adalah seorang raja yang mahasakti, memiliki aji Pancasona. Ajian ini mempunyai daya hidup ketika menyentuh tanah. Walaupun sudah mati jika menyentuh tanah akan hidup kembali. Dasamuka adalah raja besar yang memiliki watak angkara murka, sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Dasamuka mempunyai isteri bidadari kahyangan bernama Dewi Tari. Dengan Dewi Tari Dasamuka mempunyai beberapa anak yaitu: Indrajit, Dewantaka, Tri Sirah, Tri Netra, Tri Jangga, Tri Kaya, Bukbis, Pratalamaryam.
Walaupun sudah beristeri seorang Bidadari kahyangan, Dasamuka mempunyai keingingan yang sangat kuat untuk memperisteri bidadari kahyangan yang lainnya yaitu Dewi Sri Widowati. Karena ada anggapan jika dapat memperisteri Dewi Sri Widowati hidupnya akan tentram dan sejahtera. Oleh karenanya sepanjang hidupnya Dasamuka selalu berusaha untuk mendapatkan     seorang wanita yang merupakan titisan Dewi Sri Widowati.
Namun niat tersebut selalu gagal. Kegagalan demi kegagalan tidaklah menyurutkan niatnya untuk memiliki Dewi Sri Widowati. Bahkan nafsu untuk mengejar titisan Dewi Sri Widowati semakin besar. Pernah suatu ketika Dasamuka naik ke kahyangan untuk mencuri Dewi Sri Widawati. Namun ketika ia akan masuk di pintu Selamanangkep pintu itu menutup dengan sendirinya. Dasamuka terkejut satu tangannya terjepit pintu dan menjadi cacat seumur hidup.
Pada suatu ketika diketahui bahwa Dewi Sri Widowati menitis di dalam pribadi Dewi Sinta isteri Rama, Dasamuka berusaha untuk merebutnya. Maka diculiklah Dewi Sinta ketika di tinggal sendirian di hutan Dandaka. Dasamuka berhasil menculik Dewi Sinta dan diboyong ke Negara Alengka, namun tidak berhasil memiliki Dewi Sinta, dikarenakan Dewi Sinta setia kepada Rama, lebih baik mati dari pada diperisteri Dasamuka. Dasamuka kehabisan akal, sampai pada waktu Rama dan balatentaranya menemukan tempat Dewi Sinta disekap, Dasamuka belum berhasil memperisteri Dewi Sinta.
Dasamuka mempunyai anggapan jika Rama berhasil dibunuh, tentunya Dewi Sinta mau menjadi isterinya. Maka kemudian Dasamuka bersama para prajuritnya menyerbu Rama dan bala tentaranya yang sedang membuat perkemahan di Swelagiri. Perang besar pun terjadi, demi seorang wanita titisan Dewi Sri Widowati. Perang besar tersebut dinamakan perang Giriantara.
Dasamuka maju ke medan perang, mencari Rama. Setelah kedua raja bertemu, terjadilah peramg tanding. Dasamuka beberapa kali mati terkena senjata Rama bernama panah Guwawijaya, namun berulang kali hidup kembali ketika menyentuh bumi. Melihat hal itu, Anoman yang menjadi senopati Rama menindih raga Dasamuka dengan gunung supaya tidak dapat bangun kembali.
Herjaka HS

Harjuna Sasrabahu

Figur Wayang Harjuna Sasrabahu

Bentuk wayang kulit Arjuna Sasrabahu buatan Kaligesing Purworejo,
Koleksi Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)
Harjuna Sasrabahu

Harjuna Sasrabahu adalah raja di Negara Maespati menggantikan Prabu Kartawirya orang tuanya. Waktu remaja ia bernama Harjuna Wijaya atau Wingsatibahu yang artinya berbahu seribu. Harjuna Sasrabahu adalah raja titisan Dewa Wisnu yang sangar sakti mandraguna. Jika marah ia berubah wujud menjadi raksasa sebesar gunung yang sangat mengerikan. Patihnya yang bernama Patih Suwanda alias Sumantri pernah mencobai Harjuna Sasrabahu. Namun Sumantri dengan mudah dapat dikalahkan.
Harjuna Sasrabahu mempunyai tiga orang isteri yaitu, Dewi Citralangeni dari kerajaan Tanjungpura, Dewi Srinadi anak Begawan Jumanten dari pertapaan Giriretno dan Dewi Citrawati dari Kerajaan Magada. Di antara ketiga istrinya Dewi Citrawatilah putri yang paling cantik, karena ia merupakan titisan Dewi Sri. Oleh karenan Dewi Citrawati diangkat menjadi permaisuri raja.
Sang Dewi Citrawati sangat dimanja oleh Harjuna Sasrabahu. Segala keinginannya selalu dipenuhni. Salah satu keinginan Dewi Citrawati yang sungguh merepotkan yaitu memohon kepada raja untuk memindahkan taman Sriwedari yang elok indah.
Pernah pada suatu ketika Dewi Citrawati kepengin berenang di sungai. Prabu Harjuna Sasrabahu menuruti keinginan Dewi Citrawati dengan membendung sungai, sehingga air sungai meluap sampai di perkemahan Dasamuka, yang waktu itu sedang mempersiapkan diri menyerang Maespati. Maka akhirnya Negara Maespati diserbu oleh Dasamuka Raja Alengka, dan terjadilah peperangan. Walaupun Dasamuka dapat dikalahkan oleh Harjuna Sasrabahu, ia telah berhasil membunuh Patih Suwanda. Dengan gugurnya Sumantri Harjuna Sasrabahu mengangkat patih yang baru yang bernama Bambang Kartanadi.
Pada suatu hari Prabu Harjuna Sasrabahu membunuh seorang petapa yaitu Resi Jamadagni yang sedang menuntut keadilan karena ternaknya dibunuh oleh prajurit Harjuna Sasrabahu. Tetapi pengaduan tersebut malahan membuat Prabu Harjuna Sasrabahu marah dan membunuh Resi Jamadagni. Tindakan Harjuna Sasrabahu yang ceroboh tersebut menyebabkan Batara Wisnu tidak lagi mau menitis kepada Harjuna Sasrabahu. Semenjak Batara Wisnu meninggalkan dirinya, Harjuna Sasrabahu berkurang kesaktiannya. Maka ketika Rama Parasu datang menuntut kematian Jamadagni orang tuanya, Prabu Harjuna Sasrabahu kuwalahan menghadapinya. Bahkan akhirnya Harjuna Sasrabahu mati di tangan Rama Parasu. Bahkan tidak hanya Prabu Harjuna Sasrabahu, semua ksatria Maespati dibunuh Rama Parasu, hingga wangsa Harjuna Sasrabahu surud.
herjaka HS

Antasena

Figur Wayang Antasena

Antasena,
wayang kulit purwa corak Kaligesing Purworejo, koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Antasena

Antasena adalah anak ke tiga Raden Wrekudara atau Raden Bimasena yang berpasangan dengan Dewi Urang Ayu anak Begawan Mintuna. Ada beberapa nara sumber yang menyebutkan bahwa Dewi Urang Ayu adalah anak Sang Hyang Baruna penguasa laut.
Kisah kelahiran Antasena bermula ketika Pandawa yang berjumlah lima orang dan Kurawa yang berjumlah 100 orang sedang berlomba menggali sungai dari Kurujenggala, sebelah utara keraton Hastinapura hingga menyambung ke Sungai Gangga. Begawan Mintuna tergerak hatinya melihat Pandawa yang hanya 5 orang tak sebanding dengan Kurawa yang berjumlah 100 orang. Oleh karena rasa iba, Begawan Mintuna mengerahkan puluhan ribu anak buahnya yang berupa belut dan ketam, untuk membantu Pandawa. Dengan bantuan itu proses penggalian sungai yang di lakukan Pandawa berjalan lancar dan dengan cepat menyambung ke Sungai Gangga. Sungai hasil galian Pandawa diberi nama sungai Serayu. Sedangkan penggalian sungai yang dilakukan oleh para Kurawa tertinggal jauh. Bahkan Kurawa salah sasaran. Penggalian sungai yang seharusnya disambungkan ke Sunggai Gangga malahan disambungkan ke Sungai Serayu buatan Pandawa. Maka Resi Bisma yang menjadi penggagas perlombaan menyatakan Pandawa sebagai pemenang.
Keberhasilan Pandawa tak lepas dari bantuan Begawan Mintuna. Selanjutnya Begawan Mintuna berkenan mengambil menantu Bimasena untuk dijodohkan dengan Dewi Urang Ayu putrinya, dan kemudian melahirkan anak laki-laki yang     diberi nama Antasena.
Sesuai dengan harapan orang tua, nama Antasena mengandung makna: a berarti tidak, anta berarti batas, dan sena artinya prajurit atau perwira. Dimaksudkan agar Antasena menjadi seorang perwira perajurit yang mempunyai kemampuan tak terbatas. Antasena bertempat tinggal di kasatrian Randu Kumbala. Ketika masih bayi Antasena pernah dijagokan oleh dewa untuk melawan Prabu Kalarudra dari Kerajaan Giri Kedasar. Dalam pertempyran tersebut Antasena berhasil mengalahkan Prabu Kalarudra. Atas jasanya Antasena diberi kerajaan Giri Kedasar dan Begawan Mintuna diangkat menjadi dewa.
Antasena adalah satria yang agak bengal tetapi jujur dan pembela kebenaran. Sebagai cucu dewa penguasa laut Antasena memiliki pusaka sangat sakti berupa sungut yang berada dikepala seperti sungut udang. Antasena juga dappat hidup di dalam air karena dengan sendirinya mendapat kesaktian dari kakeknya.
Demi mengasah ketajaman batinnya pada usia dewasa Antasena pernah melakukan tapa dengan gelar Begawan Curiganata, seperti gelar yang dipakai oleh Baladewa.
Sebelum perang Baratayuda Antasena dan Wisanggeni saudaranya menghadap Sang Hyang Wenang untuk menanyakan peran apa yang bakal mereka jalankan pada perang Baratayuda. Sang Hyang Wenang bersabda bahwa Antasena dan Wisanggeni saudaranya tidak mendapatkan peran apa-apa. mereka masing-masing tidak tampil sebagai senapati, karena ia telah mati sebelum perang terjadi. Kematian Antasena dan Wisanggeni adalah mati mukswa yaitu dengan jalan memandang mata Sang Hyang Wenang sehingga tubuhnya mengecil dan kemudian hilang tidak terlihat.
herjaka HS

Garjendramuka

Figur Wayang Garjendramuka

Prabu Garjendramuka dalam bentuk wayang kulit, (foto: Herjaka HS)
Garjendramuka
Negara Ragastina adalah negara besar. Wilayahnya luas dan pasukannya kuat. Yang menjadi raja bernama Prabu Garjendramuka. Raja Garjendramuka berwujud aneh. Dari leher sampai kaki adalah manusia. Sedangkan kepalanya kepala gajah. Mungkin hal tersebut menjadi perlambang bahwa Prabu Garjendramuka. menempatkan binatang gajah sebagai sumber kekuatan dan kesaktian. Ia membangun negaranya menjadi besar dan kuat, laksana gajah. Gelar Patih kerajaan dan para panglima perang juga memakai nama serba gajah, yaitu : Patih Watu Gajah, panglima perang Gajah Oya dan Liman Benawi (liman = gajah). Yang aneh lagi adalah penasehat raja wujudnya gajah, bernama Gajah Antisura. Karena kebesarannya negara Ragastina disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan.

Ada pepatah mengatakan bahwa semakin tinggi sebuah pohon akan semakin tinggi pula pula angin menerpa. Demikian juga yang dialami Prabu Grajendramuka, semakin banyak orang segan dan takut padanya, ia justru semakin arogan. congkak, sombong dan memandang rendah kerajaan-kerajaan lain.

Pada suatu hari Sang Raja tidak bisa mengendalikan lagi hasratnya untuk memperisteri Bathari Reguwati, putri Batara Siwah di kahyangan Sela Gumilang. Dengan kesaktiannya, Prabu Garjendramuka berhasil menculik Batari Reguwati dan disembunyikan di negara Ragastina. Batara Siwah cemas dan sedih atas hilangnya putri kesayangannya. Segera ia meninggalkan kahyangan Sela Gumilang pergi mencari putrinya yang hilang tak tahu rimbanya.

Prabu Garjendramuka mati setelah terkena panah oleh Bambang Gutama
dan ditusuk keris oleh Batari Reguwati. (Foto: Herjaka HS)

Kesewenang-wenangan Prabu Garjendramuka semakin menjadi-jadi. Setelah berhasil menculik Batari Reguwati, ia menuju Kahyangan Paranggudadi di dasar samodra, menemui Batara Baruna untuk meminta pusaka Bokor Inten yang berisi Wedi Retnojumanten. Karena tidak diperbolehkan, Prabu Garjendramuka mengambil paksa pusaka tersebut yang disimpan di kancing gelung Batara Baruna. Batara Baruna merasa malu atas perlakuan yang tidak hormat. Maka keluarlah kutuk dari mulut Batara Baruna bahwa Bokor Inten yang berisi Wedi Retno jumanten tidak akan membawa bahagia, tetapi sebaliknya. Prabu Garjendramuka akan binasa dengan semua kebesarannya.

Sementara itu Batara Siwah yang mencari puteri kesayangannya, sampailah di hutan Cebokcengkiran. Tanpa sengaja Batara Siwah menemukan Bambang Gutama yang sedang bertapa. Keduanya saling membuka pembicaraan. Batara     Siwah mengatakan bahwa ia sedang mencari putrinya, yaitu Batari Reguwati yang hilang. Siapa pun, tanpa kecuali yang dapat menemukan Batari Reguwati akan dikawinkan dengannya. Bambang Gutama juga mengatakan bahwa tujuannya ia bertapa adalah untuk memohon isteri bidadariuntuk pendamping hidupnya.
Gayung pun bersambut, Bambang Gutama menyanggupi untuk mencari dan menemukan kembali Batari Reguwati. Atas kesanggupan Bambang Gutama, Batara Siwah memberikan pusaka yang bernama Jungkat Penatas, untuk sipat kandel agar Bambang Gutama berhasil menemukan dan meyelamatkan Batari Reguwati.
Kisah selanjutnya Bambang Gutama dapat menemukan Dewi Reguwati yang disembunyikan di Taman Ragastina. Sang Batari Reguwati dijaga ketat oleh tiga bersaudari, adik dari Prabu Garjendramuka, yang bernama: Dewi Leng-leng Ndari, Leng-leng Agi dan Leng-leng Adi. Bambang Gutama mengutarakan bahwa kedatangannya menemui Batari Reguwati diutus oleh Batara Siwah untuk membebaskannya dari cengkeraman Prabu Garjendramuka.

Batari Reguwati gembira. Dengan mata berbinar senang, tanpa rasa canggung, tangan Bambang Gutama dipegangnya erat-erat. Walau tanpa sepatah kata pun, Bambang Gutama dapat menangkap kehendak Batari Reguwati, bahwasannya ia telah mempercayakan diri dan pasrah sepenuhnya kepada Bambang Gutama.
Walaupun Dewi Reguwati sudah berada di depannya, tidak mudah bagi Bambang Gutama untuk membebaskan dan membawanya pergi. Dikarenakan Prabu Garjendramuka telah mendapat laporan dari para saudarinya bahwa ada duratmaka, pencuri yang masuk di taman keputren dan ingin membawa pergi Batari Reguwati

Maka sebelum Bambang Gutama bertindak Prabu Garjendramuka menghadang di depannya. Setelah saling bersitegang, sebentar kemudian keduanya terlibat dalam pertempuran. Keduanya sama-sama sakti. Karena tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, Bambang Gutama mengeluarkan senjata Jungkat Peñatas pemberian Batara Siwah. Prabu Garjendramuka mulai terdesak. Dan ketika ia lengah senjata Bambang Gutama berhasil melukai Prabu Garjendramuka dan ambruklah ia di medan perang. Ia merintih kesakitan. Batari Reguwati mendekatinya. Prabu Garjendramuka mohon untuk disempurnakan. Batari Reguwati menyanggupinya, asalkan ia mengembalikan pusaka Bokor Inten yang berisi Wedi Retnojumanten yang diambil paksa dari kancing gelung Batara Baruna.

Apa mau dikata, walaupun rasa angkara masih mencengkeram hatinya, raganya tak kuasa lagi menyangga. Batari Reguwati melepaskan kerisnya ke tubuh Prabu Garjendramuka menyusul senjata Bambang Gutama.
Kematian Prabu Garjendramuka diikuti oleh kematian Patih Watu Gajah, Antisura, Gajah Oya, Liman Benawi, Dewi Leng-leng Ndari, Dewi Leng-leng Agi dan Dewi Leng-leng Adi.

Keelokan terjadi, bersamaan dengan kematian Prabu Garjendramuka, para pengikut dan saudaranya, negara Ragastina hilang dan berubah menjadi hutan.

Kelak jika sudah sampai pada waktunya, hutan tersebut akan di babad dan di atasnya didirikan Negara besar. Nama dari negara itu adalah Hastinapura yang artinya pura gajah, atau juga disebut Liman Benawi. Nama wilayahnya juga memakai nama-nama Gajah seperti misalnya: Kadipaten Gajah Oya, Pakuwon Watu Gajah dan taman Kadilengleng.

Entah disengaja atau tidak, nama-nama tersebut sepertinya memunculkan kembali kebesaran Prabu Garjendramuka yang telah lama tenggelam dari sejarah belantara kehidupan.
Apakah itu suatu pertanda bahwa watak angkara dari Prabu Garjendramuka tidak akan pernah mati dan akan muncul kembali di negara baru yang bernama Hastinapura?
Herjaka HS

pengertian primbon

APA SIH SEBANARNYA PRIMBON ITU....?


Primbon merupakan pengetahuan Jawa yang sudah berusia ratusan tahun, adapun primbon jawa kini masih lazim digunakan dalam masyarakat Jawa.oleh sebagian orang orang jawa Primbon sering kali di jadikan sebagai sistem perhitungan atau ramalan yang berkaitan dengan aktivitas orang Jawa. isi dari Primbon jawa sedikitnya membicarakan tentang perhitungan yang berkaitan dengan baik buruknya waktu yang berhungan dengan kegiatan (upacara perkawinan, mendirikan rumah, menempati rumah, dan sebagainya), ramalan watak manusia dan hewan berdasarkan ciri-ciri fisiknya, ramalan yang bersifat gaib (misal, mimpi dan kedutan), serta perhitungan mengenai tempat tinggal.

adapun Inti serta pesan dari primbon yakni tidak lain agar kita senantiasa bersikap peka dan waspada, terhadap sesuatu hal yang akan terjadi...
Arah Main Judi hari sampar wangke
primbon kerejekian hari taliwangke
cara menam ari ari kurapning warso
cara selamatan selapanan primbon jawa larangan bulan
cara selamatan brokohan primbon jawa tumbal rumah
cara selamatan penganten primbon jawa Upacara Siraman
cara selamatan orang hamil primbon upacara siraman
primbon bayi primbon watak hari lahir
Primbon dino olo Primbon jika Jika Daun Telinga Panas
mengenal fengsui menghitung kecocokan jodoh
hari dan tanggal tidak baik untuk pernikahan naasnya para nabi
perhitungan pernikahan Primbon naasnya tanggal
petung selaki rabi primbon untuk berpergian
primbon jawa sial Neptu hari dan pasaran
primbon arah perginya seseorang PRIMBON KECOCOKAN PEKERJAAN
primbon kakang kawah adi ari ari PRIMBON TANDA WANITA
PRIMBON WETON KELAHIRAN PRIMBON JAWA KUNO
primbon jodoh untuk perkawinan primbon Watak Wanita Menurut Hari kelahiran
PRIMBON JAWA ADI ARI-ARI primbon Watak Wanita Menurut Hari kelahiran
primbon tanda wanita banyak rejeki primbon batu permata
primbon firasat primbon firasat mata berkunang
PRIMBON FIRASAT WATAK WANITA PRIMBON MENCARI REZEKI
primbon memilih calon pasangan primbon memilih hari baik untuk kerja
PRIMBON JAWA TEFSIR MIMPI PRIMBON MEMBERI NAMA BAYI
PRIMBON MENDIRIKAN RUMAH HARI BAIK UNTUK PERNIKAHAN
PRIMBON TANDA ALAM PRIMBON MIMPI
PRIMBON RUMAH PRIMBON PASARAN
PRIMBON NEPTU PRIMBON SIFAT
PRIMBON SIFAT TANGGAL DAN HARI PRIMBON SAUDARA EMPAT
saat untuk pindah rumah PRIMBON PEKERJAAN
tabel primbon pekerjaan PRIMBON PENANGGALAN
perhitungan mendapatkan jodoh PRIMBON PERHITUNGAN JODOH
PRIMBON WUKU KELAHIRAN SARAT DAN SAJEN MANTU
RAMALAN ZODIAK AQUARIUS watak menurut kelahiran
RAMALAN ZODIAK ARIES watak manusia dari bentuk kepala
RAMALAN ZODIAK CANCER ciri ciri wanita yang tidak baik
RAMALAN ZODIAK CAPRICORN watak manusia dari bentuk mata
RAMALAN ZODIAK GEMINI SLAMETAN PENGANTEN
RAMALAN ZODIAK LEO WATAK BAYI MENURUT HARI LAHIR
RAMALAN ZODIAK PISCES watak manusia menurut pasaran
RAMALAN ZODIAK TAURUS WATAK KELAHIRAN SELASA PAHING
RAMALAN ZODIAK VIRGO WATAK KELAHIRAN SELASA WAGE
tafsir mimpi tentang pakaian WATAK KELAHIRAN SABTU KLIWON
WATAK MENURUT PASARAN WATAK KELAHIRAN SELASA KLIWON
tafsir mimpi tentang kehidupan WATAK KELAHIRAN RABU PAHING
tafsir mimpi tentang kehidupan 1 TABIAT MINGGU LEGI
tafsir mimpi tentang kejadian umum WATAK KELAHIRAN RABU KLIWON
tafsir mimpi tentan benda langit WATAK KELAHIRAN KAMIS WAGE
tafsir mimpi tentang hujan dan angin WATAK KELAHIRAN MINGGU PAHING
tafsir mimpi berhungan dengan api / asap WATAK KELAHIRAN KAMIS PON
tafsir mimpi tentang rumah WATAK KELAHIRAN SELASA PON
Primbon tafsir mimpi WATAK KELAHIRAN JUMAT WAGE
WATAK HARI SABTU WATAK KELAHIRAN SENIN PAHING
WATAK HARI RABU WATAK KELAHIRAN JUMAT PON
WATAK HARI MINGGU WATAK KELAHIRAN JUMAT LEGI
WATAK HARI KAMIS WATAK KELAHIRAN SENIN LEGI
WATAK HARI JUMAT TABIAT SENIN PAHING
WATAK ORANG LAHIR HARI SENIN TABIAT MINGGU PON
TABIAT MINGGU WEGE WATAK HARI SELASA
WATAK HARI SENIN
kunjungi website kami yang lain
nurulhikmah oke

Destarastra

Figur Wayang

Destarastra wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo, koleksi Tembi Rumah Budaya
(foto: Sartono)
Destarastra
Aku adalah anak sulung Prabu Kresna Dwipayana atau Begawan Abiyasa raja Hastinapura, lahir dari seorang Ibu bernama Dewi Ambika putri dari negara Giyantipura atau negara Kasi. Sejak lahir aku mempunyai cacat netra, tidak dapat melihat atau buta. Aku mempunyai dua adik dari ibu yang berbeda yaitu Pandudewanata dan Yamawidura.

Walaupun aku cacat, aku memiliki mantra sakti Aji Lebur Saketi yang sangat ditakuti lawan. Apabila mantra Aji Lebur Saketi aku baca maka semua benda yang aku pegang akan hancur menjadi debu.

Nama lain dari Destarastra adalah Raden Kuru. Ia bertempat tinggal di Kadipaten Gajahoya. Isterinya bernama Dewi Gendari putri Prabu Keswara dari Plasajenar atau Gandaradesa.

Perkawinan Destarastra dengan Gendari ini adalah atas kebaikan Pandudewanata adiknya, yang waktu itu memenangkan sayembara dengan memboyong tiga putri. Satu dari ketiga putri boyongan tersebut diberikan kepada Destarastra. Dari perkawinan dengan Dewi Gendari putri boyongan tersebut Destarastra dikaruniai seratus orang anak laki-laki dan ditambah satu anak perempuan, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kurawa. Dari seratus anak, yang lahir sulung merupakan anak istimewa. Istimewa karena ketika lahir bayi tersebut mempunyai badan yang paling besar, berkulit kuning dan tangisnya seperti serigala. Ia diberi nama Duryudana.

Pada akhir hayatnya, Destarastra mati tertimbun beteng bersama isterinya, dan tanpa sengaja diinjak-injak oleh seratus anaknya. Peristiwa tersebut terjadi pada awal perang Baratayuda, pada saat cerita Kresna duta.

Ada versi lain yang mengatakan bahwa matinya Destarastra pada waktu perang Baratayuda sudah selesai, yaitu ketika Destarastra bersama Gendari isterinya bertapa di hutan. Tiba-tiab hutan terbakar dan mereka berdua mati bersama.

herjaka HS

Saudara Tua

Figur Wayang

Kidung malam 91
Saudara Tua

Tidak pernah dibayangkan oleh Patih Sengkuni bahwasanya Kunti dan kelima anaknya masih hidup. Lalu siapakah enam mayat yang hangus terbakar pada peristiwa Bale Sigala-gala beberapa tahun lalu?

Masih jelas dalam ingatannya waktu itu ada enam mayat hangus menjadi abu. Berdasarkan temuan itu, Patih Sengkuni mengambil kesimpulan bahwa Kunti dan kelima anak laki-lakinya yang disebut Pandawa Lima mati terbakar. Jikapun ada yang menduga bahwa mayat yang terbakar tersebut bukan mayat dari Pandawa dan kunti melainkan mayat enam orang petapa yang singgah di Bale, mereka tidak berani membuka mulut. Dengan demikian hanya ada satu berita resmi dari istana bahwa Pandawa, pewaris tahta Hastinapura telah mati. Oleh karena kematian Pandawa, maka kemudian Sengkuni berhasil membujuk Destarastra mengangkat Duryudana menjadi putera mahkota.

Namun, dengan tidak terduga-duga, Pandawa muncul di Pancalaradya sebagai pemenang sayembara. Maka terkuaklah sebuah kebenaran dan terbukalah mata rakyat Hastinapura, bahwa Pandawa masih hidup, Bahkan Bima menjadi semakin perkasa, telah berhasil melumpuhkan Gandamana sapukawat negara Pancalaradya.

Sengkuni harus segera merubah strategi dan menyusun rencana baru, untuk menyingkirkan Pandawa agar tidak mengharubiru atas pengangkatan Duryudana sebagai putera mahkota Hastinapura.

Berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu, tidaklah mungkin Sengkuni mengandalkan para Kurawa untuk menyingkirkan para Pandawa dengan menggunakan cara-cara yang seharusnya dimiliki oleh seorang ksatria. Karena dengan cara itu para Kurawa yang jumlahnya jauh lebih banyak tidak pernah menang berperang tanding melawan Pandawa. Pada hal diantara Kurawa dan Pandawa telah diajarkan ilmu-ilmu yang sama oleh Pandita Durna di padepokan Sokalima. Namun pada kenyataannya, kemampuan menyerap dan menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan berbeda jauh antara Pandawa dan Kurawa.

Jika pun nanti, untuk menyingkirkan Pandawa terpaksa menempuh jalan perang tanding, tentunya bukanlah Kurawa yang melakukan, tetapi Kurawa akan menggunakan orang lain yang dapat mengimbangi kesaktian para Pandawa.

Sengkuni telah menemukan orang yang diharapkan dapat menandingi Pandawa, yaitu pemuda rupawan yang bertemu sewaktu mengikuti sayembara di Pancalaradya. Pemuda rupawan yang kemudian diketahui bernama Basukarno tersebut telah menunjukkan kesaktiannya. Ia sesungguhnya adalah pemenang sayembara karena mampu menarik busur pusaka. Namun dikarenakan ia mengenakan pakaian golongan sudra, sang putri Dewi Durpadi yang disayembarakan menolaknya.

Tidak hanya kesaktian menarik busur pusaka, Basukarno juga menunjukkan kemahiran berolah senjata panah, ketika ia ditantang oleh brahmana muda berparas tampan. Dengan disaksikan oleh Sengkuni dan para Kurawa Basukarno memamerkan kemampuannya memanah burung sriti yang terbang diudara. Dalam sekali bidik puluhan Sriti jatuh ke tanah. Melihat hal itu hati Brahmana muda tersebut tidak mau kalah, ia kemudian menggunduli pohon angsana dengan panahnya.

Saat itu Sengkuni telah curiga bahwa brahmana muda berparas tampan tersebut adalah Arjuna yang sengaja menyamar. Oleh karenanya ia mengajak Basukarno untuk bergabung dengan para Kurawa. Karena ialah orangnya dapat menandingi Arjuna dalam berolah senjata panah.

Setelah bergabung dengan para Kurawa, bibit permusuhan dengan Arjuna yang ada di lubuk hati Basukarno dijadikan tunas yang senantiasa disiram oleh Sengkuni dan Duryudana agar tumbuh mengakar dengat kuat. Dengan demikian pada saatnya kelak Basukarno mampu membuat Arjuna dan Pandawa celaka.

Basukarno yang adalah anak angkat dari seorang sais kereta kerajaan yang bernama Adirata merasa berharga diantara para Kurawa. Oleh Duryudana Basukarno diangkat menjadi saudara tua dan diberi kedudukan Adipati. Hubungan antara Duryudana dan Basukarno dari hari ke hari semakin akrab.

herjaka HS

Ralat kidung malam 90
Ada teks yang agak mengganggu pada bagian dialog Destarastra dan Gendari yang tertulis sebagai berikut:

“Jika benar-benar Kunti dan Pandawa masih selamat apa yang akan kalian lakukan? bagaimana jika mereka menuntut hak tahta Hastinapura?” desak Destarastra.

Srikandi mengusap dada Prabu Destarastra dengan jari-jarinya yang lembut. Kemudian kepala Gendari dibenamkan ke dada Destarastra yang bidang.

Nama Srikandi yang tertulis tersebut salah, yang benar adalah Gendari.

Dengan demikian kesalahan telah dibetulkan.

Figur wayang Gandamana

Figur Wayang Gandamana


Gandamana dalam rupa wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Gandamana

Gandamana dari kata Ganda yang artinya bau dan ana, artinya ada. Keberadaan Gandamana bermula dari seorang dewi cantik bernama Dewi Setyawati, putri raja Wirata yang menderita penyakit aneh, yaitu sekujur tubuhnya mengeluarkan bau amis menyengat. Setelah penyakit tersebut berhasil disembuhkan oleh seorang petapa sakti dari Saptaharga, bau amis tersebut hilang dan mewujud jadi sosok anak laki-laki, diberi nama Gandamana. Tidak jelas kisahnya, tokoh Gandamana ini kemudian diangkat anak oleh Prabu Gandabayu dan dijadikan adik Dewi Gandawati.

Gandamana sangat menyayangi Dewi Gandawati. Karena rasa sayang tersebut maka ketika Dewi Gandawati telah memasuki usia dewasa, Gandamana mempunyai permohonan kepada Prabu Gandabayu agar jika kelak ada orang yang ingin meminang Dewi Gandawati, hendaklah Ia mempunyai kesaktian yang paling tidak sama dengan dirinya. Prabu Gandabayu mengabulkan permohonan Gandamana. Maka kemudian dibukalah sayembara, bagi siapa yang dapat mengalahkan Gandamana, berhak menyunting Dewi Gandawati.

Tidak mudah untuk mengalahkan Gandamana, karena ia mempunyai dua ajian yang sangat sakti bernama Bandung Bandawasa dan Wungkal bener. Aji Bandawasa mempunyai daya kekuatan yang sebanding dengan kekuatan seribu gajah. Sedangkan aji Wungkal Bener akan menjadikan Gandamana tidak dapat dikalahkan selama ia berada dalam posisi yang benar.

Oleh karena kesaktiannya, diantara para pelamar, hanya ada satu orang bernama Sucitra dari negara Hargajembangan, tanah seberang, yang dapat mengalahkan Gandamana. Itu pun tidak terlepas dari bantuan Pandudewanata raja Hatinapura.

Atas kemenangannya, Sucitra berhak memperistri Dewi Gandawati. Sebagai ksatria Gandamana menerima kekalahannya, namun sebagai laki-laki ia tidak kuasa menghindar dari rasa kecewa yang dalam. Dewi Gandawati yang selama ini ia sayangi telah menjadi milik orang lain. Harapan untuk senantiasa bersanding dengan Dewi Gandawati, kini tinggalah harapan, karena ia telah dikalahkan.

Pandudewanata, sebagai raja besar Hastinapura yang mempunyai ketajaman budi dan hati, mampu melihat bahwa Gandamana berada dalam keterpurukan. Baik terpuruk secara lahir, karena ia telah dikalah oleh Sucitra, maupun terpuruk secara batin, karena ia telah kehilangan Dewi Gandawati. Oleh karena kebaikan dan rasa belas kasihan Pandudewanata, maka diajaknya Gandamana ke Negara Hastinapura untuk menduduki jabatan Patih di sana.

Atas janji Pandudewanata, mendung yang menggelayut di hati Gandamana tersibak karenanya. Dengan sukacita Gandamana mengikuti Pandudewanata ke Negara Hastinapura.

herjaka HS