Figur Wayang Sugriwa
Sugriwa, wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Sugriwa
Sugriwa adalah anak dari pasangan Resi Gotama dan Dewi Indradi. Seperti juga yang dialami oleh Subali kakaknya, Sugriwa sebelumnya berwajah tampan dengan nama Guwarsi. Ia berubah menjadi seekor kera ketika berebut Cupu Manik Astagina dengan kakaknya di Telaga Sumala. Perubahan wujud dari satria tampan menjadi seekor kera terjadi saat Sugriwa dan kakaknya masuk di air telaga.
Di dalam kedalaman air telaga Sumala, Sugriwa tidak menemukan benda yang diperebutkan, yang ditemukan adalah seekor kera besar, sebesar dirinya. Sugriwa segera menyerang kera tersebut, karena mengira bahwa kera itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Demikian pula sebaliknya, Subali pun mempunyai anggapan bahwa kera yang menyerang dirinya itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Oleh karenanya Subali pun membalas serangan Sugriwa. Maka kemudian diantara kakak beradik tersebut terlibat dalam peperangan yang seru. Beberapa waktu kemudian mereka baru menyadari bahwasanya mereka adalah kakak beradik, Guwarsa dan Guwarsi yang telah berubah menjadi kera.
Setelah peristiwa itu nama Guwarsa Guwarsi seakan tenggelam berserta ketampanannya. Mereka lebih dikenal dengan nama Subali dan Sugriwa. Oleh Resi Gotama Sugriwa dan juga Subali disarankan untuk bertapa di hutan Sonyapringa yang berada di gunung Argasonya. Di wilayah itulah Sugriwa melakukan tapa untuk memohon agar dirinya dikembalikan ke dalam bentuk semula. Namun bertahun-tahun sudah Sugriwa melakukan tapa, apa yang diharapkan tidak pernah terwujud.
Oleh karena tingkah lakunya yang saling berebut saling menggigit dan saling mencakar antara sesama saudara kandung, untuk memiliki sebuah benda yang bukan haknya, Sugriwa lebih sesuai berwujud sebagai seekor kera. Karena sesungguhnya wujud kera adalah wujud kegagalan. Kegagalan untuk mempertahankan jati dirinya sebagai seorang kesatria.
Walaupun Sugriwa tetap berujud kera, ia adalah kera yang sakti mandraguna. Kesaktian itu didapat pada waktu ia melakukan tapa. Oleh karena kesaktiannya, Sugriwa dipercaya oleh Dewa untuk membantu Subali dalam menghadapi musuh Kahyangan yaitu Mahesasura, Lembusura dan Jatasura dari kerajaan Goa Kiskenda.
Pilihan Dewa memang tepat, Subali dan Sugriwa dapat memporakporandakan prajurit Goa Kiskenda. Patih Jatasura tewas di medan laga. Prabu Lembusura dan Mahesasura melarikan diri masuk ke goa Kiskenda. Dalam pengejaran, Subali menyarankan agar Sugriwa tidak usah ikut masuk ke goa. Sugriwa diperintahkan oleh Subali untuk berjaga-jaga di depan pintu goa. Jika nanti darah yang mengalir ke pintu goa itu warnanya merah, itu adalah darah musuh, artinya aku menang. Tetapi jika darah yang mengalir di pintu goa berwarna putih, itu adalah darahku, artinya bahwa aku mati dalam peperangan. Jika hal itu terjadi, engkau segera menutup pintu goa supaya musuh ikut terkubur di dalam goa, demikian pesan Subali kepada Sugriwa, sesaat sebelum ia memasuki goa.
Dengan rasa cemas dan khawatir Sugriwa menunggu di mulut goa, dengan tidak melepaskan pandangannya pada sungai kecil yang mengalir keluar goa. Setelah beberapa lama Sugriwa menunggu, ia dikejutkan oleh mengalirnya darah yang berwarna merah bercampur dengan darah yang berwarna putih. Dengan cepat Sugriwa mengambil kesimpulan, bahwa Subali kakaknya telah mati bersama dengan salah satu musuhnya, Lembusura atau Mahesasura. Maka segeralah ia menutup pintu goa agar musuh yang masih hidup mati terkubur bersama.
Selesai menutup Goa, Sugriwa segerah menuju kahyangan. Dengan sedih ia melaporkan bahwa Subali telah mati bersama musuh. Para dewa mempercayai laporan Sugriwa, dan memutuskan bahwa Sugriwa berhak menerima hadiah para dewa sesuai dengan yang dijanjikan kepada Subali, yaitu seorang bidadari yang bernama Dewi Tara dan negara Goa Kiskenda.
Belum beberapa lama Sugriwa memboyong Dewi Tara ke negara Goa Kiskenda, Subali datang menyeret Sugriwa dan menghajarnya. Subali merasa dikhianati oleh adiknya. Sugriwa membela diri, bahwa dirinya tidak berniat mencelakai kakaknya. Dengan dasar mengalirnya darah putih Sugriwa beranggapan bahwa Kakaknya dan musuhnya mati bersama.
“Goblok!! itu bukan darah putih, itu otak Mahesaura dan otak Lembusura yang aku adu kepalanya.” Kemarahan Subali mencapai puncak, ia tidak ingin mendengar pembelaan Sugriwa lagi. Hatinya amat panas dipanggang oleh api cemburu, karena Sugriwa telah memperistri Dewi Tara yang selama ini menjadi impian Subali. Dengan hati yang membara kebencian, Subali menyiksa Sugriwa dengan meyepitkannya di dahan pohon nan tinggi.
Subali, kakak beradik itu, yang lahir dari satu ayah dan satu ibu, lebih memilih menjadi seekor kera dari pada seorang kesatria. Subali yang adalah seorang Resi dan Sugriwa yang adalah seorang raja, rupanya belumlah dapat membuang watak kera di dalam pribadinya. Subali akhirnya tertembus pusaka Guwawijaya milik Rama, sampai pada tarikan nafas terakhir, Subali masih menampakkan sosok kera yang utuh. Demikian pula Sugriwa yang mati dalam usia tua, belum berubah menjadi sosok kesatria tampan yang bernama Guwarsi.
herjaka HS
No comments:
Post a Comment